Sabtu, 26 Januari 2013

Ramadhan
Macam-macam Syahid





Imam Nawawiy dalam kitab Syarah Shahih Muslim menyatakan, bahwa syahiid itu terbagi menjadi tiga macam.
Pertama, syahid dunia dan akherat; yaitu, orang yang gugur di dalam peperangan melawan kaum kafir disebabkan karena terbunuh. Orang semacam ini dihukumi sebagai syuhada’ yang akan memperoleh pahala di akherat dan dihukumi syahid dunia, yakni jenazahnya tidak dimandikan dan disholatkan. Ia dikuburkan bersama dengan pakaian dan darah yang melekat di badannya.
Kedua, syahid akherat, yakni orang yang mendapat pahala di akherat, akan tetapi tidak dihukumi syahid di kehidupan dunia. Mereka adalah meninggal dunia karena sakit perut, penyakit thaun, orang yang tertimpa bangunan atau tembok, orang yang terbunuh karena mempertahankan harta, dan orang-orang yang telah disebutkan di dalam hadits shahih dengan sebutan syahid. Orang-orang semacam ini, jenazahnya wajib dimandikan dan disholatkan. Mereka mendapatkan pahala syahid di akherat, hanya saja tidak sama dengan pahala orang yang mati syahid jenis pertama.
Adapun dalil-dalil yang menunjukkan sejumlah orang yang mendapatkan pahala syahid di akherat; atau yang disebut dengan syahid akherat; namun tidak dihukumi syahid dunia, adalah sebagai;
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ الْمَطْعُونُ وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِيقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
“Syuhadaa’ (orang-orang yang mati syahid) itu ada lima, “orang mati karena terkena penyakit tha’un (lepra), orang yang meninggal karena sakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang tertimpa bangunan rumah atau tembok; dan orang yang gugur di jalan Allah.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Di dalam Shahih Muslim juga diriwayatkan sebuah hadits, bahwa Rasulullah saw bertanya:
مَا تَعُدُّونَ الشَّهِيدَ فِيكُمْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ قَالَ إِنَّ شُهَدَاءَ أُمَّتِي إِذًا لَقَلِيلٌ قَالُوا فَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ مَاتَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ مَاتَ فِي الطَّاعُونِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ مَاتَ فِي الْبَطْنِ فَهُوَ شَهِيدٌ
“Siapakah diantara kalian yang terhitung mati syahid? Para shahabat menjawab, “Ya Rasulullah! Siapa saja yang terbunuh di jalan Allah, ia adalah syahid.” Nabi saw berkata,”Kalau begitu, orang yang mati syahid dari kalangan umatku tentunya sangat sedikit.” Para shahabat pun bertanya, “Lantas, siapakah mereka yang Rasulullah? Nabi menjawab, “Siapa saja yang terbunuh di jalan Allah, ia adalah syahid. Siapa saja yang mati di jalan Allah, ia adalah syahid, dan siapa saja yang mati karena terserang penyakit lepra; ia adalah syaid. Siapa saja yang mati karena sakit perut, maka ia adalah syahid.”[HR. Imam Muslim]
Dalam riwayat lain, Imam Muslim juga menuturkan sebuah hadits dari Anas bin Malik ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
مَنْ طَلَبَ الشَّهَادَةَ صَادِقًا أُعْطِيَهَا وَلَوْ لَمْ تُصِبْهُ
“Siapa saja yang bersungguh-sungguh ingin mendapatkan syahid, maka ia akan diberikan pahala (syahid), meskipun ia tidak mendapatkannya.”[HR. Imam Muslim]
Imam Thabaraniy mengetengahkan sebuah riwayat dari Jabir bin ‘Utaik, bahwa Rasulullah saw bersabda:
الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ الْحَرِيقِ شَهِيدٌ وَالَّذِي يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ
“Syahid ada tujuh macam selain gugur (terbunuh) di jalan Allah; orang yang mati karena penyakit lepra adalah syahid. Orang yang mati tenggelam adalah syahid, orang yang mati karena penyakit bisul perut adalah syahid; orang yang mati terbakar adalah syahid; orang yang mati karena tertimpa bangunan atau tembok adalah syahid; dan wanita yang gugur disaat melahirkan (nifas).”[HR. Imam Thabaraniy]
Di dalam hadits yang diriwayatkan Imam Thabaraniy juga dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
مَنْ صُرِعَ عَنْ دَابِّتِهِ فَهُوَ شَهِيـْدٌ
“Siapa saja yang mati karena terlempar dari kendaraannya, ia adalah syahid.”[HR. Imam Thabaraniy]
Imam Thabaraniy juga meriwayatkan sebuah hadits, dengan sanad shahih, dari Ibnu Mas’ud, bahwasanya Nabi saw bersabda:
مَـنْ تَرَدَّي مِنْ رُؤُوْسِ الْجِبَالِ, وَتَأْكُلُهُ السِّبَاعُ, وَيَغْرِقُ فِى الْبَحْرِ لَشَهِيْـدٌ عِنْدَ اللهِ
“Siapa saja yang mati karena jatuh dari puncak gunung, atau dimangsa bintang buas, atau tenggelam di laut, maka ia syahid di sisi Allah swt.”[HR. Imam Thabaraniy]
Dalam sebuah riwayat yang dikisahkan oleh Imam Abu Dawud dituturkan bahwasanya Nabi saw bersabda:
مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِهِ أَوْ دُونَ دَمِهِ أَوْ دُونَ دِينِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
“Siapa saja yang terbunuh karena mempertahankan hartanya, maka ia mati syahid. Siapa saja yang terbunuh karena membela keluarganya, nyawanya, atau agamanya, maka ia mati syahid.”[HR. Imam Abu Dawud]
Imam Nasaiy juga mengetengahkan sebuah hadits shahih dari Suwaid bin Muqarrin, bahwasanya Nabi saw bersabda:
مَنْ قُتِلَ دُونَ مَظْلَمَتِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
“Siapa yang terbunuh karena tidak ingin didzalimi, maka ia adalah syahid.”[HR. al-Nasaiy, hadits ini shahih]
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Imam Daruquthniy telah menshahihkan Sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu ‘Umar:
مَوْتُ الْغَرِيْبِ شَهَادَةٌ
“Kematian gharib (orang yang terasingkan) termasuk syahid.”[1]
Menurut Ibnu al-Tiin, semua keadaan di atas merupakan kematian yang telah ditetapkan Allah sebagai keutamaan bagi umat Mohammad saw. Sebab, Allah swt akan mengampuni dosa-dosa mereka dan menambah pahala mereka hingga mencapai martabat syahid. Hanya saja, menurut al-Hafidz Ibnu Hajar, derajat atau martabat mereka tidaklah sama dengan syahid jenis pertama.[2]
Ketiga, syahid dunia saja; yakni orang yang mengambil dengan sembunyi-sembunyi harta ghanimah, atau melakukan perbuatan-perbuatan lain yang bisa menafikan sebutan jihad. Jika orang ini gugur di medan perang melawan orang kafir, maka ia dihukumi syahid di dunia, sehingga tidak wajib dimandikan dan disholatkan . Akan tetapi, ia tidak mendapatkan pahala yang sempurna di akherat.[3]
Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Musa al-Asy’ariy, bahwasanya ada seorang laki-laki mendatangi Rasulullah saw dan berkata:
الرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِلْمَغْنَمِ وَالرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِلذِّكْرِ وَالرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِيُرَى مَكَانُهُ فَمَنْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
“Ada seorang laki-laki berperang karena ingin mendapatkan ghanimah, ada pula yang berperang untuk diingat (kemasyhuran), dan ada pula yang berperang supaya kedudukannya tinggi; lantas siapa orang yang benar-benar berjihad di jalan Allah? Rasulullah saw menjawab, “Siapa saja yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah, maka ia benar-benar berjihad di jalan Allah.”[HR. Muslim]
Di dalam riwayat Muslim juga dituturkan, bahwa syarat agar memperoleh pahala syahid di akherat adalah tidak melakukan kemaksiyatan. Imam Muslim menuturkan sebuah riwayat dari ‘Abdullah bin Abi Qatadah, dari Qatadah, bahwasanya Rasulullah saw berdiri diantara para shahabat, dan menyampaikan kepada mereka bahwa jihad di jalan Allah, dan iman kepada Allah merupakan seutama-utama amal. Seorang laki-laki berdiri dan bertanya kepada Nabi saw:
أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ تُكَفَّرُ عَنِّي خَطَايَايَ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَمْ إِنْ قُتِلْتَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَيْفَ قُلْتَ قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَتُكَفَّرُ عَنِّي خَطَايَايَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَمْ وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ إِلَّا الدَّيْنَ فَإِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَام قَالَ لِي ذَلِكَ
“Apakah jika aku gugur di jalan Allah, semua dosa-dosaku akan terampuni? Nabi saw menjawab, “Ya. Jika kamu terbunuh di jalan Allah, dan kamu bersabar atas apa yang menimpamu, dan kamu tidak berbuat maksiyat.” Lalu, Rasulullah saw bertanya lagi, “Apa katamu? Laki-laki itu menjawab, “Jika aku terbunuh di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan terhapus? Nabi saw menjawab, “Benar. Dan kamu bersabar atas apa yang menimpamu dan tidak melakukan maksiyat, kecuali hutang. Sebab, Jibril as telah mengabarkan hal itu kepadaku.” [HR. Imam Muslim]
Di dalam hadits lain juga dituturkan mengenai siksaan Allah swt bagi orang yang berperang supaya dianggap pemberani. Diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَبِيبٍ الْحَارِثِيُّ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ حَدَّثَنِي يُونُسُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ قَالَ تَفَرَّقَ النَّاسُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَالَ لَهُ نَاتِلُ أَهْلِ الشَّامِ أَيُّهَا الشَّيْخُ حَدِّثْنَا حَدِيثًا سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ جَرِيءٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ
“Sesungguhnya, orang yang pertama kali dihisab kelak di hari kiamat adalah seorang laki-laki yang mati syahid. Kemudian ia membawa amalnya itu di hadapan Allah swt. Allah swt bertanya kepadanya, “Amal apa yang telah kamu perbuat di dunia? Laki-laki itu menjawab, “Saya berperang untukMu hingga aku mati syahid.” Allah swt berfirman, “Kamu bohong. Sesungguhnya kamu berperang agar dikatakan pemberani.” Kemudian Allah menghisabnya, dan menyeret wajahnya, hingga ia dilemparkan ke dalam neraka.”[HR. Imam Muslim]
Hadits ini menunjukkan, bahwa orang yang berperang dengan motif sam’ah (supaya disebut pemberani) tidak akan mendapatkan pahala syahid di akherat; meskipun di dunia ia diperlakukan sebagai orang yang mati syahid (tidak dimandikan dan disholatkan).
[1] Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Baariy, juz 6/43. Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ibnu Majah.
[2] Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Baariy, juz 6/44
[3] Imam al-Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, juz 2/164

Tidak ada komentar:

Posting Komentar